20 Sep 2017

Kisah di Jakarta

Tetibanya di stasiun aku lihat dia yang menjemputku dengan senyuman yang begitu manis, aku tatap wajahnya seperti pertama kali aku mengenalnya dan melihatnya rasanya tak mau untuk memalingkan pandangan, senyumanya yang begitu cantik terpancar dari wajahnya…

Tapi, ini bukanlah kisah tentang asmara….

Diharapkan kebijakan pembaca dalam membaca tulisan ini, terdapat kata kasar.

“Brengsek”.. itulah kata yang terucap dari bibirku yang sedang berjalan menuju apartemen. Hari ini adalah hari dimana yang aku sebut dengan ‘konyol’ malunya tidaklah seberapa tapi sakitnya itu luar biasa, saat itu setelah naik KRL dari Sudimara sampailah di Stasiun Duren Kalibata, pintu kereta terbuka saat menginjakan kaki keluar telpak kakiku mendaratnya kurang tepat hingga akhirnya aku jatuh.

Sore itu Azam datang, rencana kami adalah untuk ke kawasan kota tua, iyaa kami hanya ke kot tua tiap mlam weekend karena hanya itu yang kami tahu dan kami anggap pas buat semua kalangan (dalam artian semua kalangan itu, ya jomblo maupun yang berpasangan yang masih remaja sampe yang seperti kami (belum tua juga) ).

Sambil nunggu Jegung kami minum kopi dipinggir jalan, apartemen. Seperti biasa kami ngobrol yang ujungnya menghayal. Terkadang pingin rasanya membuat sebuah film yang bergenre action crime maupun horror thriller yang berisi pembunuhan pembantaian, dan lokasinya di kawasan kota tua, saat banyak orang di kawasan kota tua datanglah seorang yang telah terinfeksi otaknya dan dia datang dengan membawa gergaji dengan tanpa sebab dia menghabisi orang-orang yang sedang menikmati kota tua dan menembakan senjata tak terarah.. eitss kayaknya ini aneh. Okeyy..

“kau kalau gini keliatan keren lho Di, adekmu aja kalah sama kau”. Fuckk men aku harus seneng apa sedih, kayaknya Azam nih butuh di rukyah, coba kalo yang bilang gitu seorang perempuan lha, lha ini coba, “sialan lah kau zam”.
Entahlah ini soal cerita apa,
Kami pernah berpikir untuk menuliskan kisah perjuangan hidup kami selama di Jakarta, tapi itu hanya keinginan yang tak ada tindakan untuk memulainya, hanya ngomong dengan lancar dan alur yang begitu rapih yang sesekali ditambahi dengan fiksi.

Entah apa yang kurang, terkadang udah menjadi diri sendiri, jujur, apa adanya dan bahkan kadang juga menjadi bukan diri sendiri berbohong tak apa adanya, sok menjadi yang sempurna dengan percaya diri yang tinggi masih aja belum dapet. Brengsek kan??
Ini hanyalah sebuah kisah hayalan dan angan dua orang yang belum mempunyai kesibukan formal.
“Oouhh Fuck men, kau lihat perempuan yang berjilbab merah muda itu, aihh MasyaAllah cantik banget”.
“Kau kalau ngomong jangan sembarangan asal njeplak bae”.

Saat itu kami duduk-duduk ditaman dengan ditemani sebotol minuman teh yang memulai memudar kadar kedinginanya kami sambil melihat orang-orang yang lewat depan kami. Ini bukanlah seperti pada film televisi.

“Kau ingat waktu ke kota tua kemarin kita berdua, terus kau ngoceh….”
“Brengsek.. sial.. ingat lah, kampret kau ini”

Jarum jam menunjukan pukul 7.58 menit, aku sama Azam duduk diantara banyaknya orang yang duduk di kota tua, ada yang berpasangan yang mesraan gitu, ya Allah mesraan kok depan umum gitu, fuck. Dan banyak hal lain yang dapat kami lihat dan untuk bahan kami bahas.

Pandanganku trfoku terhadap dua perempuan yang duduk depan kami, aku hanya diem memandanginya ku lihat Azam sibuk dengan hp nya, fuck men dia chatingan sama cewe, namanya juga usaha ya zam??
“Dii apa kau melihat dan merasakan serta berpikiran sama seperti yang aku alami malam ini detik ini?”
Iya, kita sama hanya saja kenapa gak ngomong, selama ini ja’im, sialan kita satu nusa satu bangsa juga. Perempuan yang duduk depan kami ini sungguh mengalihkan pandanganku untuk tetap terus menatapnya, mengenakan kacamata, berjilbab dengan mengenakan batik yang di rangkep jaket, dan satunya juga tak beda. Ini adalah bidadari yang datang untuk mengisi malam hari yang biasanya biasa aja kini adadua perempuan cantik, yang perlu dilakukan hanyalah menhampirinya dan mengajaknya berkenalan, simple.
“Iya betul itu, Di”

Azam ini isinya cuma iya ya doing, ketawa entah apa yang dia ketawain masih aja focus dengan hp nya. Yang jadi masalah adalah bagaimana caranya untuk menghampiri dan mengajaknya berkenalan. Fuckk fuckk sialan, ayolahhh Dii ini sangat simple. Ya masa datang bilang ‘Umm mba, boleh pinjem korek?’ what the fuck…

Selama 45 menit lebih aku ngocehin permpuan yang duduk depan kami, dan ternyata… 

0 komentar:

Posting Komentar

apalah aku nulis tanpa pembaca, kalo udah baca tinggalin jejak ya dikolom komentar.