Suasana terasa ramai
dengan kendaraan yang berlalu lalang melintasi jalan. Lampu kafe terasa syahdu
dengan cahaya kuning yang redup tapi mampu menerangi ruangan yang berukuran
sedang ini. Seorang pelayan menghampiriku yang sedang duduk memerhatikan isi kafe
tersebut, dengan senyum ramah mengenakan jilbab biru dengan kaos yang dirangkap
dengan jaket coklat. “mau pesan apa mas, silakan” katanya dengan sambil
menyodorkan buku menu. “iya makasih ya mba”. “tunggu atau saya tinggal mas,
silakan” “tunggu aja mba sebentar saya cuma mau pesan kafelatte sama mendoan” “baik
mas, tunggu sebentar ya” “iya makasih banyak mba”.
Ini pertama kalinya aku
berkunjung ke kafe ini dan ternyata disini terasa nyaman walau tidak dengan
pemandangan kota semarang malam dari atas. Iya ini mungkin karena aku yang
merasa lelah atau memang ini beneran nyaman untukku. Sekeliling terdapat beberapa
pelanggan yang sedang menikmati makanan dan minuman yang dipesanya.
Udara malam mulai
terasa dingin, walau ini tidak sedingin di semarang atas. Malam ini menunjukan
pukul 10.43 malam dan aku belum pulang ke kos setelah pulang dari kantor.
Aku mulai mengambil
hape yang ada saku kanan celana untuk mengecek mungkin ada pesan entah dari
siapa atau syukur pesan dari seorang yang aku harapkan. “permisi mas, ini
kaffelattenya sama mendoanya” “oh hiya mba, makasih banyak ya mba”. Meletakan secangkir
kaffelatte dan sepiring tempe mendoan mba nya tersenyum meninggalkan mejaku.
Posisi yang aku suka
saat ke kafe dan semacamnya adalah posisi dimana pandangku bisa melihat seisi
ruangan, disini aku duduk disebelah kanan dekat dengan jendela, karena
disinilah aku bisa melihat seisi ruangan kafe.
Terlihat seorang
perempuan yang aku perkirakan usianya 25 tahun mengenakan jaket bomber hitam
celana jeans mengenakan jilbab merah tua terlihat sedang mengamati jendela,
sepertinya megaharapkan kedatangan seseorang. Ia terlihat gelisah sebentar
mengela nafas sambil merubah posisi duduknya. Ah sudahlah kenapa aku jadi
perhatikan perempuan itu.. tanyaku dalam hati.
Ini pertamaku datang ke
kafe ini, biasanya setiap jum’at malam sepulang dari kantor aku hanya menikmati
waktu istirahatku di burjonan sambil menunggu malam dan menikamati ahir
pekanku.
Sudah menjadi seperti
ritualku setiap jum’at malam ke burjonan, karena disinilah aku menemukan sambal
yang begitu enak dengan telor ceplok setengah matangnya yang lezat yang belum
pernah aku temukan seenak ini selama aku tinggal di semarang.
Malam ini aku duduk di
kafe ini dengan secangkir kaffelatte dan sepiring mendoan kecil yang masih
hangat, tatapanku tak bisa mengalihkan dari sesosok perempuan yang duduk dekat
jendela mengenakan jaket bomber hitam jilbab merah tua. Sepertinya mba pelayan
memerhatikanku yang tak bisa mengalihkan pandangnku ke perempuan itu. Tapi kuharap
dia benar benar tidak tau kalau aku tak bisa mengalihkan pandanganku.
Aku memang bukanlah
seorang polisi maupun detektif tapi aku tahu kalo perempuan tersebut sedang
mengalami masalah. Sesekali aku menggeser kursiku, dan aku berusaha berdiri
untuk menghampirinya.
Aku minum kaffelatteku
dan aku makan tiga mendoan yang berukuran kecil ini sebelum aku beranikan diri
untuk mengahmpirinya. Ku hela nafas. Berjalan menuju meja dekat jendela. “permisi
boleh aku duduk disini” “silakan kalau mau mas, saya lihat tadi mas duduk
disana dan sudah memesan..”. “oh iya aku memang dari tadi duduk disebelah” aku
tak menyangka dan aku tak tahu kalau ternyata dia memperhatikanku. “eumm adakah
seorang yang mba tunggu?” tanyaku “tidak.. iya tapi kuharap dia akan datang”.
“adakah masalah yang
sedang mba hadapi?” dia menghela nafas sebelum menjawab pertanyaanku. “apakah
mas bisa membantu?” “sebisa saya usahakan”. “oh tidak tidak mas tidak perlu tau
apa yang sedang saya alami” tidakah pantas seorang perempuan yang telah… ah
sudahlah ini sunguh tidak penting. Dia beranjak berdiri dengan ata yang berkaca
“maaf mas sepertinya saya harus pergi karena yang saya tunggu sepertinya tidak
akan datang.
Aku merasa bersalah
menanyakan ke perempuan tadi, ku lihat dia berjalan keluar menghentikan taksi
yang kemudian hilang.
Mba pelayan datang
mengahampiriku yang masih duduk di kursi perempuan tadi. “adakalanya memang hal
seperti ini terjadi” kata mba pelayan dengan jaket coklat yang terlihat menawan
di malam itu “maksud mba?” tanyaku dengan nada penasaran.
“mba kenal dengan
perempuan tadi?” mba pelayan mengambil gelas dan piring yang berisakan kentang goreng
serta membersihkan meja “saya tau kenal, tapi tidak begitu mengenalnya dia
beberapa kali sering kesini untuk memesan pesanan yang sama setiap datang
kesini dan diwaktu yang sama"
“jum’at depan datanglah
kesini aku pastikan kamu bertemu denganya lagi” “oke” aku kembali ke kursiku
untuk menghabiskan secangkir kaffelatteku, ohh ini sungguh enak. Lelah telah
pergi dari diriku. Dan sepertinya perempuan tadi mempunyai ritual kecil yang
sama sepertiku setelah pulang kerja ahir pekan.
“haii mas baru pulang
kah?” sapa temen kosku yang sedang duduk di sofa tempat nonton tv dengan
seorang perempuan yang aku pastikan pacarnya. “haii juga” sapaku yang tak
begitu memperhatikan untuk menambah percakapan, mata ini terasa sangat berat
ingin kupejamkan tidur.
Adzan subuh
berkumandang membangunkan tidurku, aku bergegas berusaha untuk bangun
membersihkan mukaku mengambil air wudhu untuk sholat berjamaah di masjid. Tidaklah
ada selain perjalanan yang berat dan panjang selain melangkahkan kaki ke
masjid.
Fadli terlihat duduk di
sofa tempat nonton tv dengan rokok yang dihisapnya. Seorang lelaki dengan
postur badan yang tinggi rambut sedikit berantakan berkacamata inilah sesosok
fadli. Dia seorang lulusan fakultas ekonomi Undip yang sekarang bekerja di
sebuah perusahaan swasta. Memang tak terlihat seperti orang pekerja, lebih
terlihat seperti orang pengangguran.
“sini mas duduk dulu
ngopi sama merokok menikmati hari libur yang sangat indah ini” ajaknya sambil
menggeser posisi duduknya, fadli ini orang yang belum lama aku kenal setelah
tiga belas hari yang lalu dia datang kesini dan kos disini. “gimana kerjaanmu
dalam seminggu ini mas?” tanyanya kepadaku yang baru setengah detik duduk di
sofa. “terasa menyenangkan seperti meminum secangkir kaffelatte dengan tanpa
gula”. Seminggu ini aku merasa seakan bumi semarang yang aku pijak amblas. Memang
tidaklah ada baiknya untuk mengeluh. Aku ambil sebatang rokok dan merokoknya
jika ada yang baca tulisan ini, terimakasih... insyaallah jika akan aku teruskan. jika menarik bagi yang baca ini..
0 komentar:
Posting Komentar
apalah aku nulis tanpa pembaca, kalo udah baca tinggalin jejak ya dikolom komentar.